Rabu, 17 Oktober 2012

Membersihkan Toge di kantor

18 komentar

Profesionalitas? Banyak yang beranggapan bahwa profesional itu melaksanakan tugas yang sudah diamanahkan sebaik-baiknya dengan kompetensi dan keahlian yang mumpuni, bertanggung jawab atas pekerjaan, mematuhi kode etik profesi dan tidak mencampuri ranah pekerjaan orang lain kecuali diminta. Ada juga yang menyebut profesional bagi orang yang bisa menempatkan waktu, kondisi, tempat sesuai dengan tuntutan pekerjaan.

Apatah, di desa seperti tempatku bekerja jarang yang mengenal profesional. Asalkan pekerjaannya selesai, bagi mereka sudah profesional. Pekerjaan kantor dibawa ke rumah, atau sebaliknya bukanlah hal yang aneh. Yang penting laporan akhir, pekerjaan tidak ada yang terbengkalai. Bahkan justru jenius dan efesien menurut mereka, misalkan di waktu-waktu luang dikantor, di sela-sela pekerjaan ada yang mengupas bawang, membersihkan toge ataupun menyiang ikan yang dibelinya saat istirahat. Nah, pulang kantor dan tiba dirumah tinggal dimasak deh..

Ada yang terlalu melibatkan perasaan dalam pekerjaan, profesionalitas pada profesi tertentu bisa luntur karena intensitas pertemuan dan komunikasi yang terlalu sering, ditambah lagi kontak mata sesekali baik disengaja ataupun tidak. Akhirya, penilaian dan argument-argumen yang dikeluarkan tidak lagi objektif, kedua pihak terkesan mengulur agar menarik simpati, alhasil, produk yang didapat tidak sesuai dengan target semula. Mangkanya, seorang hakim tidak dibenarkan terlalu bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, dan dua tahun sekali harus pindah ke tempat lain.. karena ikatan emosional bisa mempengaruhi putusan di pengadilan..

Profesionalitas? Hmm.. misahin toge dari akarnya di sela-sela jam kerja asyik juga..! Menurutmu.. professional itu??


Tabek,-
http://jabanahsadah.blogspot.com/
Continue reading →
Kamis, 27 September 2012

Nutrisi Cinta

20 komentar

Cinta yang melibatkan jiwa dan fisik bila tidak dipersatukan bisa menyebabkan penyakit akut yang bisa merenggut nyawa. Maka jangan heran bila ada tragedi memilukan seperti kisah Qais dan Laila dalam Laila Majnun, ataupun Romeo dan Juliet. Di era modern seperti sekarang justru lebih tragis lagi, cinta yang tidak kesampaian ini banyak berakhir di tali gantungan, tepi jurang, rel kereta api, atau di atas dipan dengan mulut berbusa selepas menenggak baygon! Miris, perih memang.


Seperti rasa lapar yang melanda, bila tidak makan raga bisa mati lemas. Maka nutrisi yang tepat bagi cinta jiwa dan fisik ini adalah sebuah ikatan suci yang bernama pernikahan. Cinta yang tidak direstui, cinta yang tidak berujung, atau cinta yang bertepuk sebelah tangan harus secepatnya dihilangkan dari jiwa. Molekul-molekul cinta yang meletup-letup tanpa kendali bisa memutuskan akal dan pikiran sehat, jadi secepatnya harus diobati secara arif dan bijaksana. 

Iman di dalam dada adalah navigator akurat yang mampu mengelola dan mengendalikan perasaan cinta. Saat cinta diterima dan direstui, Iman akan memberi sinyal akan batasan-batasan-nya hingga tidak melebihi cinta kepada pemilik cinta hakiki, yaitu Allah Swt. Dan bila cinta tidak berbalas atau tidak direstui, Iman pula yang memberi penguatan dan penyadaran agar cinta itu bisa terkikis habis, dan siap menerima atau diterima oleh cinta berikutnya.

Ya, yang kita bicarakan adalah cinta jiwa dan fisik. Bukan cinta yang hanya melibatkan jiwa, seperti cinta pada orang tua atau cinta pada anak. Bukan pula cinta yang hanya melibatkan fisik, seperti hasrat dan libido saat melihat lawan jenis yang berpenampilan sexy. Ini adalah cinta jiwa dan fisik, cinta yang direstui oleh Rasulullah Saw dengan jalan pernikahan, Rasulullah bersabda; “Tidak ada yang lebih baik bagi mereka yang sudah saling jatuh cinta kecuali pernikahan.”

Ini pula, cinta yang dimanfaatkan oleh syaitan untuk menuai dosa demi dosa bila tanpa ikatan nikah. Syaitan sangat benci pada pasangan yang akan menikah, syaitan akan senantiasa menghembuskan ke-ragu-raguan pada jiwa-jiwa pasangan yang ingin menikah, menebar ketakutan-ketakutan yang kemudian disebut sebagai sindrom pranikah oleh kalangan psikolog.

So… Jangan ragu untuk menikah ya.., Jangan kalah oleh Syaitan ya.., Sob! Hehe ^^



Fahrie Sadah
http://jabanahsadah.blogspot.com
Continue reading →
Kamis, 20 September 2012

Doaku untukmu Sayang ..

6 komentar

Satu lagu untuknya...



Kau mau aku apa, pasti kan ku beri
Kau minta apa, akan ku turuti
Walau harus aku terlelap dan letih
Ini demi kamu sayang
*courtesy of LirikLaguIndonesia.Net
Reff:
Aku tak akan berhenti
Menemani dan menyayangimu
Hingga matahari tak terbit lagi
Bahkan bila aku mati
Ku kan berdoa pada Ilahi
Tuk satukan kami di surga nanti

Tahukah kamu apa yang ku pinta
Di setiap doa sepanjang hariku
Tuhan tolong aku, tolong jaga dia
Tuhan aku sayang dia

Repeat reff
(Tuhan tolong aku, jaga jaga dia
Tuhan ku pun sayang dia)

Repeat reff


Mello sesion,
http://jabanahsadah.blogspot.com/
 
Continue reading →
Minggu, 16 September 2012

Kau dan Doa-ku, Diaminkan Malaikat

10 komentar

Hadiah paling berharga adalah doa yang dipanjatkan kepada kita, tanpa sepengetahuan kita

Kadang kita tidak sadar, bahwa dibalik kesuksesan kita ada doa orang-orang di sekeliling kita. Bisa orang tua kita, suami atau istri, saudara, guru, teman, bahkan saudara se-iman yang tidak kita kenal. Parahnya, kita dengan bangganya merasa jika setiap inci dari kesuksesan yang kita raih adalah hasil kerja keras kita semata.. sombong, angkuh, merasa paling pintar, dan sikap arogan lainnya. 

Buntutnya sering kali berwujud sikap merendahkan orang lain. Padahal, bukan tidak mungkin.. orang yang kita rendahkan itu adalah salah satu dari orang yang selalu mendoakan kita..

Sob, kadang seorang teman dalam kondisi tertentu meminta kita untuk mendo’akannya; “Do’akan aku ya..”, “Do’anya donk..”, “Do’ain lah..” Sayangnya, bagi sebagian orang.. permintaan seperti ini terkesan dan dianggap seperti basa-basi saja. Padahal, ini adalah tradisi para sahabat Rasulullah yang patut kita pelihara eksistensi dan esensinya, mereka senantiasa saling mendoakan satu sama lain, bahkan dengan menyebut nama sahabatnya dalam doa khusus untuk-nya. 

Dan satu hal yang belum banyak diketahui, berdasarkan sabda Rasulullah Saw.. doa seperti ini akan diaminkan oleh Para Malaikat! Bayangkan, makhluk Allah yang suci, tidak memiliki hawa nafsu dan senantiasa selalu bertasbih memuji Allah ini akan mendoakan kita disetiap penghujung doa kita untuk orang lain, dengan mengatakan; 

آمين... وإياك!
(Aamiin, dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan)


Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda’ ra., bahwasannya Rasulullah SAW bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata `aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan.’” (Shahih Muslim no. 2733)


Doaku malam ini.. Untukmu Ayah Bundaku, Kakek-Nenekku, Kakak Adikku, karib kerabatku, guru-guruku, sahabat-sahabatku, dan seluruh kaum muslimin, terutama ‘kau’ yang telah mengisi hatiku… 

“Ya Allah, terimalah taubat kami, ampunilah dosa-dosa kami yang lalu, sekarang maupun yang akan datang..  Anugrahkan kami kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak… Aaamiin ya rabbal ‘aalamiin..”


Syahdu,

Continue reading →
Rabu, 05 September 2012

Ke-Acehan Perempuan Aceh

16 komentar

Di sebuah warung bakso, daerah Banda Aceh. Seorang pramusaji menghampiri saya dan bertanya, “Mau pesan apa Mas?” 

Sekali lagi saya pandang wajah itu lekat. Lalu, pandangan berpindah ke seluruh ruangan. Kemana perginya perempuan Aceh yang selalu saya kagumi sepuluh tahun silam. Perempuan Aceh yang tangguh, cerdas dan teguh imannya. Lembut, santun, namun tetap berkarakter bahasanya. Sopan dan sederhana penampilannya namun tetap elok di pandang mata.

Kali ini mata saya tertuju pada sekelompok anak muda, sekitar tujuh remaja tanggung. Sekelompok muda-mudi. Perilaku ‘cuek’ mereka tunjukkan lewat cara berpakaian, cara berbicara dan bertatap-tatapan, sesekali cekikikan dan serunduk-serundukan. Hati ini miris melihat anak sekolahan seperti mereka masih berkeliaran malam-malam begini. 

Casio digital di pergelangan tangan menunjukkan Pukul 22.16. Saya melenguh sambil mengusap wajah dengan kedua belah tangan. Si pramusaji ikut mengusap wajah dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya masih memegang daftar menu.

Jika kita menoleh ke belakang, sekitar tiga-empat abad silam. Saat itu peran perempuan dalam pemerintahan di kerajaan Aceh sangat besar. Hal ini pernah diakui oleh P.J. Veth, seorang profesor di bidang etnologi dan geografi Universitas Leiden, Belanda. Pada tahun 1870 Veth menulis sebuah artikel yang berjudul, “Vrouwen Regeringen in den Indesche Archipel” (Pemerintahan Perempuan di Kepulauan Nusantara), artikelnya dimuat dalam majalah Tijdschrift voor Nederlandsch-Indie (TNI)

Veth mengakui bahwa tidaklah mudah untuk menemukan figur perempuan yang memerintah di Nusantara. Yang harus digaris bawahi adalah ungkapan Veth selanjutnya, “Yang paling mengagumkan dari semua contoh pemerintahan perempuan di Nusantara adalah Kerajaan Aceh Sumatera, suatu kerajaan yang mempunyai tempat yang sangat penting dalam sejarah!” 

Sangat kontras dengan putri-putri Aceh yang ada di hadapan saya saat ini. Saya melirik pramusaji itu sebentar, ia mungkin kesal dengan sikap saya. Kedua alis matanya bertaut. Pikiran saya kembali berkelana.

Bukan sebuah ‘romantisme sejarah’. Tapi, kita berharap warisan keagungan peradaban Aceh terdahulu bisa memberikan kontribusi pemikiran dan penyadaran terhadap generasi kini. Sehingga seatu saat, mungkin tidak lama lagi, akan terjadi ‘kelahiran kembali’, sebagaimana peradaban barat lahir dari puing-puing kehancuran peradaban Yunani – Romawi. “With disintegratio, kata Tonybee, comes rebirth”.

Bagaimana dengan Aceh? Apakah ‘tengkorak-tengkorak’ dari peradaban Aceh yang gemilang sudah lebur dengan tanah atau menjadi debu yang diterbangkan angin, hingga begitu ringkih dan tidak mampu untuk ‘lahir kembali’? Di mana perempuan Aceh yang seharusnya menjelma menjadi Ibu yang melahirkan peradaban baru itu? Berbagai pertanyaan berkecamuk di benak saya, kening ini berkerut. Dan kening pramusaji itupun ikut berkerut.

Dalam hati saya berharap, di luar sana. Di beranda rumah, di meunasah, di ruang kelas, di aula kampus, di kantor pererintahan, di balai desa, di rumah sakit, di pasar hingga di sawah, semoga masih banyak srikandi Aceh setangguh Malahayati dan seteguh Iman Cut Nyak Dhin. 

Teringat sikap Cut Nyak Dhien, ketika jari Letnan Van Vuuren menyentuhnya dalam perebutan senjata. Cut Nyak Dhien berseru, “Jangan kau menyinggung kulitku, kafir! Jangan kau nodai tubuhku!” Sayapun manggut-manggut takjub dalam hati, Sang Pramusaji malah geleng-geleng kepala.

Kata-kata Ibu sebelum saya berangkat menuntut ilmu ke Jakarta kembali terngiang, “Nyan bek ka mita peurumoh hideh! Di Aceh get that jai dara mameh yang jroh keu peurumoh!” Sayapun tersenyum, akankah ibu-ibu Aceh saat ini masih berpesan seperti itu pada anaknya yang akan merantau? 

“Mas, ditanya kok bengong sih, senyum-senyum sendiri lagi! Capek deh...” Si pramusaji menegur saya dengan bahasa yang ‘dipaksakan’ gaul itu. Saya kaget campur geli dengar dialegnya. 

“Bang!! Peu ilee neu peusan?!” Serunya lantang. Kali ini saya tertawa kecil,  karakter Acehnya keluar juga, hehe.

Si pramusaji menggigit bibir atasnya pertanda memohon jawaban segera. 

“Bakso tok, tampa ngen teh dingin beh!

Laksamana Malahayati


Banda Aceh, -

Continue reading →
Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net

Pasang Banner Sadah.. ^^

create your own banner at mybannermaker.com!

SAdah-Sadah Sekalian